04 Oktober 2009

MENYIKAPI BUKU-BUKU AHLU BID'AH

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Ath-Thuruqul Hukmiyyah:

"(Pasal:) Dan demikianlah, tidak ada ganti rugi atas pembakaran buku-buku menyesatkan, begitu pula pemusnahannya. Al-marwazi rahimahullah berkata: Aku bertanya kepada Al-Imam Ahmad rahimahullah: 'Saya meminjam sebuah buku yang di dalamnya memuat perkara-perkara yang keji. Menurut pendapat Anda, (sebaiknya) saya merobek-robek atau membakarnya?' Beliau rahimahullah menjawab: "Bakarlah buku tersebut!"

Kemudian Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: "Maksudnya, bahwa buku-buku yang mengandung kedustaan dan kebid'ahan ini wajib untuk dirusak dan disirnakan. Dan itu lebih utama dari pemusnahan sarana-sarana hiburan, alat-alat musik, ataupun bejana-bejana khamr. Karena sesungguhnya bahaya (yang ditimbulkan buku-buku sesat tersebut) lebih besar dari bahaya ini semua (alat-alat hiburan, musik, dan khamr). Dan tidak ada ganti rugi atas pemusnahan (buku-buku tersebut), sebagaimana tidak ada ganti rugi pada pemecahan bejana-bejana khamr dan arak."

Asy-Syaikh Muwaffaquddin rahimahullah menyebutkan tentang larangan melihat buku-buku ahlu bid'ah. Beliau katakan: "Dahulu, para salaf melarang keras duduk-duduk bersama ahlul bid'ah, melihat-lihat buku-buku mereka, dan mendengar ucapan-ucapan mereka."

(Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wath Thawa'if, hal. 132, 133, 134)


Sumber: Majalah Asy Syari'ah, no.21/II/1427 H/2006, rubrik Permata Salaf.